Uncategorized

5 Kategori Toko Online yang Kena Pajak di Shopee, TikTok Shop, Tokopedia dkk

Ilustrasi live selling.

Lihat Foto

KOMPAS.com – Kalau kamu punya toko online (online shop) dan berjualan lewat marketplace seperti TikTok Shop, Shopee, Tokopedia, Bukalapak, BliBli, atau Lazada, ada aturan baru yang penting untuk diketahui.

Mulai 14 Juli 2025, platform e-commerce tempat kamu berjualan akan memotong langsung pajak penghasilan dari hasil penjualanmu. Aturan ini berlaku bagi penjual yang sudah punya omzet di atas batas tertentu.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025. Lewat aturan ini, pemerintah menunjuk marketplace sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 dari pedagang dalam negeri yang bertransaksi secara online.

Baca juga: Aturan Baru: Shopee, Tokopedia, dkk Wajib Pungut Pajak Toko Online di Platform Masing-masing

Dengan kata lain, Shopee, Tokopedia, Blibli, dan platform lainnya kini resmi jadi “tangan panjang” Direktorat Jenderal Pajak.

Namun, tidak semua toko online otomatis akan kena potong pajak. Berikut lima kategori toko online yang masuk dalam ketentuan ini. Berikut daftarnya:

1. Toko milik warga negara Indonesia

Kamu akan dikenakan potongan pajak jika merupakan Warga Negara Indonesia, baik perorangan maupun badan usaha.

Jadi, siapa pun yang menjual barang atau jasa lewat marketplace, selama memiliki identitas kependudukan Indonesia (KTP atau NPWP), termasuk dalam cakupan aturan ini.

2. Transaksi menggunakan rekening atau alat pembayaran digital

Kalau tokomu menerima pembayaran lewat rekening bank, e-wallet, atau sistem pembayaran digital lain, maka kamu masuk kategori yang dikenai pajak. Ini berlaku umum, karena hampir semua transaksi e-commerce saat ini tidak lagi dilakukan secara tunai.

3. Menggunakan alamat IP Indonesia atau nomor HP Indonesia

Kriteria selanjutnya adalah teknis, tapi penting. Kalau kamu menggunakan alamat IP (internet protocol) Indonesia saat bertransaksi atau mencantumkan nomor telepon dengan kode negara +62, maka transaksi dianggap dilakukan di Indonesia dan termasuk yang dipantau untuk pemungutan pajak.

4. Menjual barang atau jasa lewat platform digital

Kalau toko milikmu menjual produk fisik, menawarkan jasa, atau punya usaha lain yang dilakukan lewat e-commerce, apa pun bentuknya, maka kamu tergolong sebagai pihak yang bisa dikenakan pemungutan PPh Pasal 22. Bahkan, perusahaan jasa seperti ekspedisi, asuransi, dan layanan online lainnya juga termasuk.

5. Omzet lebih dari Rp 500 juta per tahun

Terakhir, online shop akan dikenai potongan pajak otomatis dari platform e-commerce, jika toko memiliki penghasilan kotor alias omzet di atas Rp 500 juta per tahun.

Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut adalah 0,5 persen dari omzet kotor (gross) yang tertera di tagihan. Angka ini belum termasuk pajak-pajak lain seperti PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atau PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah).

Pajak ini bisa dianggap sebagai pembayaran di muka untuk pelunasan kewajiban pajak tahunan. Tinggal nanti, saat laporan pajak tahunan, penjual menghitung ulang total pajaknya dan memasukkan PPh 22 ini sebagai bagian dari pembayaran.

Ilustrasi online shop.Freepik/rawpixel Ilustrasi online shop.

Meski begitu, ada beberapa jenis transaksi yang tidak dikenai PPh Pasal 22, antara lain:




  • Penjual dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun dan sudah menyerahkan surat pernyataan.
  • Mitra ojek online atau kurir yang hanya mengantar barang.
  • Penjual yang punya Surat Keterangan Bebas (SKB) pajak dari DJP.
  • Penjual pulsa, kartu perdana, emas perhiasan, atau logam mulia.
  • Transaksi properti seperti jual beli tanah dan bangunan.

Agar online shop makin tertib pajak

Sebenarnya, saat ini, penjual dengan omzet di rentang Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar setahun tersebut sudah diwajibkan membayar pajak penghasilan final sebesar 0,5 persen berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *