
KOMPAS.com – Indonesia kembali jadi perhatian dalam peta serangan siber kawasan Asia Tenggara. Bukan hanya soal jumlah kasus, tapi juga dampak yang ditimbulkan.
Berdasarkan laporan terbaru dari Positive Technologies, 62 persen dari serangan siber yang berhasil menembus sistem organisasi di Indonesia berujung pada kebocoran data.
Tak hanya itu, hampir sepertiga iklan yang terpantau di forum-forum gelap (dark web) Asia Tenggara, yakni sekitar 28 persen, juga memiliki kaitan langsung dengan Indonesia.
Artinya, Indonesia bukan hanya menjadi sasaran serangan, tapi juga jadi salah satu topik paling aktif dalam ekosistem kejahatan siber.
Posisi ini menunjukkan bahwa Indonesia masih berada dalam sorotan pelaku siber, baik sebagai target maupun sebagai bagian dari lanskap serangan yang lebih besar.
Sektor pendidikan dan sains termasuk di antara yang paling rentan diserang. Padahal, sektor ini tengah giat membangun ekosistem digital dan memperluas literasi teknologi.
Meskipun terdapat kemajuan dalam transformasi digital, sektor pendidikan dan sains masih menghadapi tantangan signifikan dalam hal keamanan siber.
Baca juga: Ada 260 Miliar Kali Serangan DDoS di Indonesia Selama 2023-2024
Selain itu, laporan yang sama mencatat bahwa Indonesia mengalami rata-rata 3.300 percobaan serangan siber setiap minggu sepanjang tahun 2024, angka tertinggi di Asia Tenggara.
Jenis serangan yang umum meliputi ransomware, phishing, serta penyusupan lewat remote access trojan (RAT), dengan sektor pemerintahan, keuangan, dan industri juga menjadi sasaran yang tak kalah serius.
Untuk mengatasi tantangan meningkatnya serangan siber di Asia Tenggara, Positive Technologies, perusahaan keamanan siber global yang berbasis di Rusia, mengambil pendekatan kolaboratif.
Positive Technologies menjalin kerja sama dengan empat institusi pendidikan di Indonesia, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas NU NTB, Business Center Alumni UI (KBA UI), dan Yayasan Sakuranesia, untuk memperkuat pendidikan dan pelatihan di bidang keamanan siber.
Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) tersebut berlangsung dalam acara Positive Hack Days, festival keamanan siber internasional yang diadakan pada 22–24 Mei 2025 di Kompleks Olahraga Luzhniki, Moskow, Rusia.

Fokus utamanya, penguatan keterampilan praktis di bidang keamanan siber langsung dari kampus, bukan sekadar respons insidental, tapi langkah sistemik yang membekali mahasiswa dan pengajar dengan pengalaman nyata menghadapi ancaman digital.
Lewat nota kesepahaman ini, keempat institusi akan menjalankan serangkaian program, mulai dari pelatihan tenaga pengajar, pengembangan kurikulum keamanan ofensif dan defensif, hingga pembangunan fasilitas simulasi serangan siber berbasis platform EdTechLab.
“Perusahaan kami sudah membangun salah satu tim terbaik di bidang keamanan siber, dan keahlian ini siap kami bagikan,” ujar Denis Baranov, CEO Positive Technologies, dalam keterangan tertulis yang diterima KompasTekno, Selasa (3/6/2025).
No responses yet